Minggu, 18 November 2012

Kreasi Berantai Bahasa Komunikasi


 Gharin Putra Y./ 25050
Kreasi Berantai Bahasa Komunikasi 

“Bahasa benar-benar sebuah fenomenon yang luar biasa. Tanpanya, kehidupan manusia seperti yang kita kenal kini takkan dapat terwujud. Tulisan yang terkandung bagai lautan tak berujung…”. Manusia tidak akan dapat dipisahkan dari bahasa sebab bahasa adalah elemen utama dalam proses komunikasi. Bahkan hewan pun punya bahasanya tersendiri dalam berkomunikasi. Bahasa terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan akhirnya menjadi semakin beragam. “Di sisi yang lain majunya perkembangan teknologi informasi dalam tanda kutip sangat mencenderai kaidah atau tata cara bahasa terutama bahasa kita yang tercinta ini yaitu bahasa Indonesia.”
“Bahasa adalah cerminan pemahaman pemakai bahasa tentang kebudayaannya, masa silam dan masa sekarang.” Dalam proses komunikasi banyak sekali bahasa yang digunakan, apalagi di Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang kaya bahasa dan dialek. Di Indonesia efektivitas bahasa dalam penyampaian informasi sangat diperhatikan agar tidak timbul kesalahan penafsiran. Bahasa kita sekarang yaitu bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang terbentuk dari kombinasi bahasa Melayu dan beberapa bahasa serapan lain. Bahasa akan terus berkembang bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Semakin jelas bahwa bahasa berfungsi sebagai penghubung untuk berinteraksi dengan komunitas sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Di era sekarang ini bahasa sudah banyak yang dimodifikasi dengan berbagai kreasi untuk mempermudah dalam berkomunikasi, bahkan pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dunia pendidikan mulai tergeser dan digantikan oleh pemakaian bahasa anak remaja yang biasa disebut “Bahasa gaul”. Sebetulnya bahasa gaul sudah ada sejak lama. Pada 1970-an, bahasa gaul dikenal dengan istilah bahasa Prokem (sebutan untuk Preman). Bahasa ini biasa digunakan oleh anak-anak jalanan yang dianggap sebagai preman. Mereka menggunakan bahasa ini sebagai kata sandi yang hanya dimengerti oleh kelompok mereka sendiri. Saat ini mayoritas remaja Indonesia sangat fasih dalam mengucapkan bahkan menciptakan bahasa gaul untuk berkomunikasi dengan kawan sebaya mereka sendiri. Dalam setiap kesempatan pembicaraan dengan teman sebaya, mereka selalu aktif menggunakan bahasa gaulnya. Sebenarnya fenomena ini adalah suatu hal yang wajar mengingat masa remaja adalah tahap kehidupan yang sangat kompleks. Dalam fase remaja, orang-orang selalu berusaha untuk berekspresi dan fenomena bahasa gaul dapat dikatakan sebagai salah satu wujud nyata ekspresi remaja. Hal yang menjadi kekhawatiran sekarang adalah para remaja akan kehilangan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kebiasaan berbahasa gaul dalam keseharian mereka menjadi sebuah hal yang melekat erat dan bisa saja berubah menjadi masalah saat mereka berada dalam sebuah forum formal dan dituntut untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Sebuah hal yang mengecewakan bila generasi muda justru lebih memilih menggunakan bahasa gaul daripada bahasa Indonesia dalam kegiatan interaksi sehari-harinya.
Fenomena bahasa gaul juga berimbas pada industri musik. Para komponis terkesan latah dalam menciptakan lagu dengan komposisi bahasa gaul tanpa disertai makna yang mendalam pada setiap karyanya. Banyak lagu Indonesia berbahasa gaul yang justru digemari oleh banyak orang pada awal kemunculannya, tetapi pada akhirnya euforia lagu bahasa gaul tersebut akan redam dengan sendirinya. Bahasa gaul banyak sekali jenisnya, sebut saja beberapa contoh bahasa gaul yang sempat heboh bahkan “dilestarikan” hingga sekarang yaitu gue, lo, capek deh, emang gue pikirin, kamseupay, lebay, jablay, dan masih banyak lagi yang lainnya. Contoh nyata lainnya adalah kata “sangat”, dalam bahasa bahasa gaul yang umum berubah menjadi “banget”, dan dalam bahasa gaul lainnya berubah lagi menjadi “beud”. Jelas sekali bahasa ini telah mengalami pergeseran yang begitu jauh dari esensi bahasa Indonesia yang sesungguhnya. Jika tidak ada filterisasi terhadap bahasa gaul ini, maka bahasa Indonesia akan terancam eksistensinya sebagai bahasa persatuan.
Tidak sepenuhnya bahasa gaul dipandang menjadi suatu hal yang negatif. Bahasa gaul juga dapat dimanfaatkan dalam sebuah strategi komunikasi. “Radio memperoleh lambang-lambang komunikasi yang berbunyi dan hanya dapat ditangkap oleh telinga (bersifat audial). Jadi radio masuk pada jenis media berbentuk ucapan atau bunyi (the spoken words).” Yang menjadi pokok bahasan adalah radio sebagai media massa yang sangat identik dengan kata-kata atau lebih tepatnya bahasa lisan. Dalam dunia radio yang bersegmen para muda-mudi, bahasa gaul justru membuat suasana menjadi lebih berwarna. Akan terjalin sebuah keakraban antara announcer dengan para pendengarnya. “Bahasa radio mempertimbangkan momentum, spontanitas, keseragaman gaya omong, ketiadaan batas visual (seperti dalam teks) yang ada dalam karakterisasi medium radio (dalam komunikasi massa)”. Bahasa yang diucapkan dalam setiap siaran radio (non formal) pastilah disusun sedemikian rupa untuk memancing imajinasi para pendengarnya. Sifat bahasanya sederhana dan juga ekspresif, berusaha mendokumentasikan bahasa yang digunakan dalam percakapan masyarakat sehari-hari. Bahasa selain untuk berkomunikasi juga digunakan sebagai media hiburan. Dengan menggunakan bahasa gaul, kita dapat menjalin komunikasi yang intens dan akrab. Pada intinya bahasa radio tercipta dari ekspresi bahasa verbal sehari-hari dan kemudian digunakan sebagai perangkat pertukaran gagasan melalui media radio. Media radio sampai sekarang masih diminati oleh banyak lapisan masyarakat. “Jurnalis radio menjadi pembawa bahasa personalitas yang eksklusif”. Dibuktikan dengan semakin banyaknya stasiun radio baru yang bermunculan mencoba menyajikan suatu ide yang segar dan berbeda.
Jejaring sosial juga menjadi sarana penggunaan bahasa gaul yang sedang diminati. Ada beberapa macam jejaring sosial, mulai dari Friendster, Myspace, Facebook, dan yang paling digandrungi saat ini adalah Twitter. Twitter, sebuah microblogging atau biasa disebut blog versi mini menjadi primadona banyak orang akhir-akhir ini, terutama para remaja. Indonesia sangat sering menciptakan sebuah Trending Topic dan itu membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masyarakatnya banyak dan rajin menggunakan Twitter. Dalam setiap kesempatan para kawula muda akan meng-update kegiatan yang sedang ia lakukan. Bahasa yang digunakan juga sangat jauh dari tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa gaul semakin cepat beredar melalui jejaring sosial karena sebagian besar penggunanya ibarat ambassador bahasa gaul itu sendiri. Oleh karena fenomena tersebut Twitter menjadi sangat identik dengan bahasa gaul.
“Media massa pun juga telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi dengan pengaruh sosial yang cukup besar”. Tak hanya sampai disitu, dewasa ini media elektronik seperti televisi semakin mendukung penyebaran dan penggunaan bahasa gaul. Mulai dari sinetron, industri perfilman, bahkan periklanan semuanya gencar menggunakan bahasa gaul. “…dewasa ini, iklan sudah menjadi tenaga industri media.” Industri periklanan sudah mulai menganut “paham” bahasa gaul dalam upaya persuasinya. Sebuah iklan pada hakekatnya mempunyai fungsi untuk menawarkkan sebuah produk kepada para konsumen. Hal yang menarik saat ini adalah banyak produk yang ditawarkan dengan menyertakan tagline dengan bahasa gaul. Penggunaan bahasa gaul dalam sebuah tujuan persuasi adalah sesuatu yang lumrah. Mengingat bahasa gaul diciptakan oleh masyarakat dan produk-produk tersebut juga ditujukan untuk masyarakat itu sendiri. Kreativitas juga diuji dalam proses pembuatan sebuah iklan yang baik, agar hasil yang diharapkan dari iklan tersebut dapat menginspirasi dan menarik minat masyarakat banyak. Sebagai contohnya adalah iklan rokok L.A. Light yang menggunakan tagline “Enjoy aja!”, sebuah slogan yang ringkas namun cukup unik dan kreatif untuk mempersuasi masyarakat.. Iklan lain yang akrab di telinga kita adalah iklan Sampoerna Hijau dengan tagline “Gak ada loe gak rame.” Hal yang unik seperti itulah yang akan dijadikan senjata oleh produsen saat menawarkan produknya. Tujuan utama pembuatan tagline yang ingin dicapai adalah membuat produk tersebut semakin dikenal dan diingat masyarakat. Tak hanya tagline yang diperhatikan oleh kreator iklan, namun juga bahasa yang terdapat dalam iklan tersebut. Sebisa mungkin pengemasan materi iklan bisa mewakili hal yang sedang booming di masyarakat. “Aku nggak punya pulsa!, Ih kamseupay, ciyus miapah?” adalah beberapa bahasa gaul yang termuat dalam iklan produk yang sudah dikenal luas masyarakat. Satu poin penting yang perlu dijadikan perhatian adalah masyarakat menciptakan bahasa gaul yang kemudian diaplikasikan pada iklan suatu produk, namun bisa juga sebaliknya bahwa bahasa gaul diciptakan oleh seorang kreator iklan dan tersebar lewat berbagai media yang akhirnya menjadi sebuah “wabah” yang beredar di masyarakat.
Suatu kondisi yang dapat dikatakan sebagai sebuah simbiosis mutualisme yang mengalami anomali. Dikatakan anomali karena terjadi keanehan saat bahasa gaul dianggap negatif bagi sebagian orang justru media membuatnya semakin melekat dalam diri masyarakat. “Kita akan terus dipengaruhi oleh media di sepanjang hidup kita.” Gaya bahasa gaul yang terus-menerus disebarluaskan media membuatnya akrab di telinga masyarakat dan akan terus membentuk efek berantai di kemudian hari. Pada dasarnya kita harus pandai menempatkan diri dalam penggunaan bahasa gaul sehari-hari. Jangan sampai bahasa gaul yang merupakan kreasi dalam berkomunikasi justru mengacaukan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. 



Daftar Pustaka 

Buku: 
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung: CV. Armico. 
Basuki, Sunaryono. 2009. Dari Wisata Bahasa hingga Selangkangan. Denpasar: Pustaka Larasan. 
Danesi, Marcel. 2011. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 
Davis, Howard dan Paul Walton. 2010. Bahasa Citra Media. Yogyakarta: Jalasutra. 
Fauziah, Nurul dan Anugrah Roby S. 2010. Gua Gak Cupu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
Hester, L. Albert dan Wai Lan J. 1997. Pedoman untuk Wartawan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Masduki. 2006. Jurnalistik Radio. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara. 
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta:Salemba Humanika. 
Wibowo, Wahyu. 2009. Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 
Internet: 
http://bahasa.kompasiana.com/2012/06/26/bahasa-indonesia%E2%80%98mandeg%E2%80%99-bahasa-gaul-makin-meroket/ Diunggah 26 Juni 2012. Diakses 1 November 2012 pukul 16.08 WIB http://blog.ub.ac.id/nurfinafajrya/2012/07/06/pengaruh-pengaplikasian-fenomena-bahasa-gaul-di-kalangan-remaja-saat-ini/ Diunggah 6 Juli 2012. Diakses 30 Oktober 2012 pukul 20.20 WIB http://fredypurbayadhyfha.wordpress.com/2012/04/24/pemakaian-bahasa-gaul-mempengaruhi-perkembangan-bahasa-indonesia/ Diunggah 24 April 2012. Diakses 30 Oktober 2012 pukul 20.15 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem/ Diunggah 10 Juli 2012. Diakses 1 November 2012 pukul 17.00 WIB

#bridgingcourse10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar