Gharin Putra Y./ 25050
Kreasi Berantai
Bahasa Komunikasi
“Bahasa benar-benar
sebuah fenomenon yang luar biasa. Tanpanya, kehidupan manusia seperti yang kita
kenal kini takkan dapat terwujud. Tulisan yang terkandung bagai lautan tak
berujung…”. Manusia tidak akan dapat dipisahkan dari bahasa sebab bahasa adalah
elemen utama dalam proses komunikasi. Bahkan hewan pun punya bahasanya
tersendiri dalam berkomunikasi. Bahasa terus mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu dan akhirnya menjadi semakin beragam. “Di sisi yang lain majunya
perkembangan teknologi informasi dalam tanda kutip sangat mencenderai kaidah
atau tata cara bahasa terutama bahasa kita yang tercinta ini yaitu bahasa
Indonesia.”
“Bahasa adalah cerminan
pemahaman pemakai bahasa tentang kebudayaannya, masa silam dan masa sekarang.”
Dalam proses komunikasi banyak sekali bahasa yang digunakan, apalagi di
Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang kaya bahasa dan dialek. Di Indonesia
efektivitas bahasa dalam penyampaian informasi sangat diperhatikan agar tidak
timbul kesalahan penafsiran. Bahasa kita sekarang yaitu bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan yang terbentuk dari kombinasi bahasa Melayu dan
beberapa bahasa serapan lain. Bahasa akan terus berkembang bersamaan dengan
dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Semakin jelas bahwa bahasa berfungsi
sebagai penghubung untuk berinteraksi dengan komunitas sosial dalam kehidupan
sehari-hari.
Di era sekarang ini
bahasa sudah banyak yang dimodifikasi dengan berbagai kreasi untuk mempermudah
dalam berkomunikasi, bahkan pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun di dunia pendidikan mulai tergeser dan digantikan oleh
pemakaian bahasa anak remaja yang biasa disebut “Bahasa gaul”. Sebetulnya
bahasa gaul sudah ada sejak lama. Pada 1970-an, bahasa gaul dikenal dengan
istilah bahasa Prokem (sebutan untuk Preman). Bahasa ini biasa digunakan oleh
anak-anak jalanan yang dianggap sebagai preman. Mereka menggunakan bahasa ini
sebagai kata sandi yang hanya dimengerti oleh kelompok mereka sendiri. Saat ini
mayoritas remaja Indonesia sangat fasih dalam mengucapkan bahkan menciptakan
bahasa gaul untuk berkomunikasi dengan kawan sebaya mereka sendiri. Dalam
setiap kesempatan pembicaraan dengan teman sebaya, mereka selalu aktif
menggunakan bahasa gaulnya. Sebenarnya fenomena ini adalah suatu hal yang wajar
mengingat masa remaja adalah tahap kehidupan yang sangat kompleks. Dalam fase
remaja, orang-orang selalu berusaha untuk berekspresi dan fenomena bahasa gaul
dapat dikatakan sebagai salah satu wujud nyata ekspresi remaja. Hal yang
menjadi kekhawatiran sekarang adalah para remaja akan kehilangan kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kebiasaan berbahasa gaul dalam
keseharian mereka menjadi sebuah hal yang melekat erat dan bisa saja berubah
menjadi masalah saat mereka berada dalam sebuah forum formal dan dituntut untuk
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Sebuah hal yang
mengecewakan bila generasi muda justru lebih memilih menggunakan bahasa gaul
daripada bahasa Indonesia dalam kegiatan interaksi sehari-harinya.
Fenomena bahasa gaul
juga berimbas pada industri musik. Para komponis terkesan latah dalam
menciptakan lagu dengan komposisi bahasa gaul tanpa disertai makna yang mendalam
pada setiap karyanya. Banyak lagu Indonesia berbahasa gaul yang justru digemari
oleh banyak orang pada awal kemunculannya, tetapi pada akhirnya euforia lagu
bahasa gaul tersebut akan redam dengan sendirinya. Bahasa gaul banyak sekali
jenisnya, sebut saja beberapa contoh bahasa gaul yang sempat heboh bahkan
“dilestarikan” hingga sekarang yaitu gue, lo, capek deh, emang gue pikirin,
kamseupay, lebay, jablay, dan masih banyak lagi yang lainnya. Contoh nyata
lainnya adalah kata “sangat”, dalam bahasa bahasa gaul yang umum berubah
menjadi “banget”, dan dalam bahasa gaul lainnya berubah lagi menjadi “beud”.
Jelas sekali bahasa ini telah mengalami pergeseran yang begitu jauh dari esensi
bahasa Indonesia yang sesungguhnya. Jika tidak ada filterisasi terhadap bahasa
gaul ini, maka bahasa Indonesia akan terancam eksistensinya sebagai bahasa
persatuan.
Tidak sepenuhnya
bahasa gaul dipandang menjadi suatu hal yang negatif. Bahasa gaul juga dapat
dimanfaatkan dalam sebuah strategi komunikasi. “Radio memperoleh lambang-lambang
komunikasi yang berbunyi dan hanya dapat ditangkap oleh telinga (bersifat
audial). Jadi radio masuk pada jenis media berbentuk ucapan atau bunyi (the
spoken words).” Yang menjadi pokok bahasan adalah radio sebagai media massa
yang sangat identik dengan kata-kata atau lebih tepatnya bahasa lisan. Dalam
dunia radio yang bersegmen para muda-mudi, bahasa gaul justru membuat suasana
menjadi lebih berwarna. Akan terjalin sebuah keakraban antara announcer dengan
para pendengarnya. “Bahasa radio mempertimbangkan momentum, spontanitas,
keseragaman gaya omong, ketiadaan batas visual (seperti dalam teks) yang ada
dalam karakterisasi medium radio (dalam komunikasi massa)”. Bahasa yang
diucapkan dalam setiap siaran radio (non formal) pastilah disusun sedemikian rupa
untuk memancing imajinasi para pendengarnya. Sifat bahasanya sederhana dan juga
ekspresif, berusaha mendokumentasikan bahasa yang digunakan dalam percakapan
masyarakat sehari-hari. Bahasa selain untuk berkomunikasi juga digunakan
sebagai media hiburan. Dengan menggunakan bahasa gaul, kita dapat menjalin
komunikasi yang intens dan akrab. Pada intinya bahasa radio tercipta dari
ekspresi bahasa verbal sehari-hari dan kemudian digunakan sebagai perangkat
pertukaran gagasan melalui media radio. Media radio sampai sekarang masih
diminati oleh banyak lapisan masyarakat. “Jurnalis radio menjadi pembawa bahasa
personalitas yang eksklusif”. Dibuktikan dengan semakin banyaknya stasiun radio
baru yang bermunculan mencoba menyajikan suatu ide yang segar dan berbeda.
Jejaring sosial juga
menjadi sarana penggunaan bahasa gaul yang sedang diminati. Ada beberapa macam
jejaring sosial, mulai dari Friendster, Myspace, Facebook, dan yang paling
digandrungi saat ini adalah Twitter. Twitter, sebuah microblogging atau biasa disebut
blog versi mini menjadi primadona banyak orang akhir-akhir ini, terutama para
remaja. Indonesia sangat sering menciptakan sebuah Trending Topic dan itu
membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masyarakatnya
banyak dan rajin menggunakan Twitter. Dalam setiap kesempatan para kawula muda
akan meng-update kegiatan yang sedang ia lakukan. Bahasa yang digunakan juga
sangat jauh dari tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa gaul semakin
cepat beredar melalui jejaring sosial karena sebagian besar penggunanya ibarat
ambassador bahasa gaul itu sendiri. Oleh karena fenomena tersebut Twitter
menjadi sangat identik dengan bahasa gaul.
“Media massa pun
juga telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi dengan
pengaruh sosial yang cukup besar”. Tak hanya sampai disitu, dewasa ini media
elektronik seperti televisi semakin mendukung penyebaran dan penggunaan bahasa
gaul. Mulai dari sinetron, industri perfilman, bahkan periklanan semuanya
gencar menggunakan bahasa gaul. “…dewasa ini, iklan sudah menjadi tenaga
industri media.” Industri periklanan sudah mulai menganut “paham” bahasa gaul
dalam upaya persuasinya. Sebuah iklan pada hakekatnya mempunyai fungsi untuk
menawarkkan sebuah produk kepada para konsumen. Hal yang menarik saat ini
adalah banyak produk yang ditawarkan dengan menyertakan tagline dengan bahasa
gaul. Penggunaan bahasa gaul dalam sebuah tujuan persuasi adalah sesuatu yang
lumrah. Mengingat bahasa gaul diciptakan oleh masyarakat dan produk-produk
tersebut juga ditujukan untuk masyarakat itu sendiri. Kreativitas juga diuji
dalam proses pembuatan sebuah iklan yang baik, agar hasil yang diharapkan dari
iklan tersebut dapat menginspirasi dan menarik minat masyarakat banyak. Sebagai
contohnya adalah iklan rokok L.A. Light yang menggunakan tagline “Enjoy aja!”,
sebuah slogan yang ringkas namun cukup unik dan kreatif untuk mempersuasi
masyarakat.. Iklan lain yang akrab di telinga kita adalah iklan Sampoerna Hijau
dengan tagline “Gak ada loe gak rame.” Hal yang unik seperti itulah yang akan
dijadikan senjata oleh produsen saat menawarkan produknya. Tujuan utama
pembuatan tagline yang ingin dicapai adalah membuat produk tersebut semakin
dikenal dan diingat masyarakat. Tak hanya tagline yang diperhatikan oleh
kreator iklan, namun juga bahasa yang terdapat dalam iklan tersebut. Sebisa
mungkin pengemasan materi iklan bisa mewakili hal yang sedang booming di
masyarakat. “Aku nggak punya pulsa!, Ih kamseupay, ciyus miapah?” adalah
beberapa bahasa gaul yang termuat dalam iklan produk yang sudah dikenal luas
masyarakat. Satu poin penting yang perlu dijadikan perhatian adalah masyarakat
menciptakan bahasa gaul yang kemudian diaplikasikan pada iklan suatu produk,
namun bisa juga sebaliknya bahwa bahasa gaul diciptakan oleh seorang kreator
iklan dan tersebar lewat berbagai media yang akhirnya menjadi sebuah “wabah”
yang beredar di masyarakat.
Suatu kondisi yang
dapat dikatakan sebagai sebuah simbiosis mutualisme yang mengalami anomali.
Dikatakan anomali karena terjadi keanehan saat bahasa gaul dianggap negatif
bagi sebagian orang justru media membuatnya semakin melekat dalam diri
masyarakat. “Kita akan terus dipengaruhi oleh media di sepanjang hidup kita.”
Gaya bahasa gaul yang terus-menerus disebarluaskan media membuatnya akrab di telinga
masyarakat dan akan terus membentuk efek berantai di kemudian hari. Pada
dasarnya kita harus pandai menempatkan diri dalam penggunaan bahasa gaul
sehari-hari. Jangan sampai bahasa gaul yang merupakan kreasi dalam
berkomunikasi justru mengacaukan tata bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Daftar Pustaka
Buku:
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung: CV. Armico.
Basuki, Sunaryono. 2009. Dari Wisata Bahasa hingga Selangkangan. Denpasar: Pustaka Larasan.
Danesi, Marcel. 2011. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Davis, Howard dan Paul Walton. 2010. Bahasa Citra Media. Yogyakarta: Jalasutra.
Fauziah, Nurul dan Anugrah Roby S. 2010. Gua Gak Cupu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hester, L. Albert dan Wai Lan J. 1997. Pedoman untuk Wartawan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Masduki. 2006. Jurnalistik Radio. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta:Salemba Humanika.
Wibowo, Wahyu. 2009. Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Internet:
http://bahasa.kompasiana.com/2012/06/26/bahasa-indonesia%E2%80%98mandeg%E2%80%99-bahasa-gaul-makin-meroket/ Diunggah 26 Juni 2012. Diakses 1 November 2012 pukul 16.08 WIB
http://blog.ub.ac.id/nurfinafajrya/2012/07/06/pengaruh-pengaplikasian-fenomena-bahasa-gaul-di-kalangan-remaja-saat-ini/ Diunggah 6 Juli 2012. Diakses 30 Oktober 2012 pukul 20.20 WIB
http://fredypurbayadhyfha.wordpress.com/2012/04/24/pemakaian-bahasa-gaul-mempengaruhi-perkembangan-bahasa-indonesia/ Diunggah 24 April 2012. Diakses 30 Oktober 2012 pukul 20.15 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem/ Diunggah 10 Juli 2012. Diakses 1 November 2012 pukul 17.00 WIB
#bridgingcourse10