Gharin Putra Yanotama/25050
Merana
di Korea Utara
Perkembangan pers dan media di
dunia internasional pada era globalisasi seperti sekarang ini sangatlah pesat.
Akses informasi yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan, kebebasan beropini
juga semakin digalakkan. Di negara-negara liberal pers dan media dapat
berkembang dengan baik karena dukungan pemerintah dan masyarakat yang aktif.
Akan tetapi akan sangat berbeda bila kita menilik pada perkembangan pers dan
media di negara yang masih berasaskan komunisme, sebagai contoh adalah negara
Korea Utara.
Disaat banyak negara mulai
meninggalkan paham komunis karena dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika
globalisasi, Korea Utara masih memegang teguh paham tersebut dalam tata
pemerintahannya. Asas komunisme yang berarti sama rasa sama rata berlaku di
masyarakat Korea Utara dan inilah yang membuat masyarakat di sana tertinggal
jauh dari perkembangan negara sekitarnya, dapat diambil contoh negara Korea
Selatan. Terdapat perbedaan yang sangat tegas antara kedua negara ini. Korea
Selatan adalah sebuah negara maju dan berperadaban tinggi, sedangkan Korea
Utara seakan masih berjalan ditempat. Korea Utara sangat menutup diri dari
pengaruh dunia luar sehingga negara lain pun sangat sulit untuk mengetahui
seluk beluk negara Kim Jong Il ini. Berita yang paling sering terdengar dari
Korea Utara adalah proyek senjata nuklir dan rudal-rudalnya yang membuat negara
lain khawatir akan dampak yang akan ditimbulkan dari proyek kontroversial ini.
Negara yang
beribukota di Pyongyang ini seakan masih tertutup tirai besi sampai saat ini.
Sebuah sekat yang membelenggu Korea Utara yang memisahkan mereka dari
budaya-budaya luar yang berkembang pesat. Paham komunis yang dianut Korea Utara
sampai sekarang seakan membatasi kebebasan masyarakat di sana. Hal tersebut
yang membuat Korea Utara semakin tertinggal. Segala macam kegiatan masyarakat
diawasi sangat ketat oleh pemerintah, bahkan di sana kebebasan pers dan media
juga sangat dibatasi. Stasiun berita hanya dimonopoli oleh pemerintah, pihak
swasta tidak diberikan keleluasaan untuk ikut campur dalam urusan pers dan
media. Sensor yang sangat keras berlaku di sana, bila dinilai melanggar maka
akan dibredel.
Pemasok
berita utama bagi media di Korea Utara adalah Korean Central News Agency. Korea Utara
memiliki dua belas surat kabar terkemuka dan dua puluh media cetak non-harian.
Semua media cetak itu berbeda-beda periode terbitnya dan semuanya dicetak di Pyongyang.
Surat kabar harian yang dimaksud misalnya
Joson Inmingun, Minju Choson, dan Rodongja Sinmum. Sekali
lagi ditegaskan bahwa di Korea Utara tidak ada pers milik swasta, semua siaran
radio dan televisi dikuasai pemerintah. Pengekangan kebebasan berpendapat dan
berekspresi ini sangatlah membelenggu kebebasan pers. Media massa harus selalu
tunduk pada pemerintah karena faktanya media yang ada di sana adalah media yang
dibentuk oleh pemerintah sendiri.
Oleh karena penguasaan pemerintah terhadap media massa yang begitu kuat, media
massa yang ada kemudian menjadi alat propaganda untuk menyosialisasikan ajaran
komunisme sebagai ideologi Korea Utara, juga memberitakan prestasi-prestasi
pemerintah dalam usahanya menyejahterakan rakyat atau bahkan tentang program
nuklirnya. Dengan begitu, akan sangat terlihat bahwa media massa yang ada di
sana sangatlah mendukung pemerintah. Korea Utara tidak memperbolehkan media
asing masuk ke wilayah negaranya, karena itu Korea Utara benar-benar terisolasi
dari dunia luar. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa banyak hal-hal asing
yang bisa mengganggu stabilitas dalam negeri. Hal tersebut menyebabkan wawasan masyarakat
Korea Utara tidak berkembang, dan sebenarnya itulah yang akan menjadi bumerang
bagi Korea Utara. Bayangkan saja suatu negara tanpa akses informasi dan
kebebasan beropini, negara itu pasti akan terkucil dari kancah pergaulan
negara-negara dunia.
Sumber
referensi:
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Utara#Sejarah
#bridgingcourse7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar