Jumat, 05 Oktober 2012

Merana di Korea Utara

Gharin Putra Yanotama/25050
Merana di Korea Utara
Perkembangan pers dan media di dunia internasional pada era globalisasi seperti sekarang ini sangatlah pesat. Akses informasi yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan, kebebasan beropini juga semakin digalakkan. Di negara-negara liberal pers dan media dapat berkembang dengan baik karena dukungan pemerintah dan masyarakat yang aktif. Akan tetapi akan sangat berbeda bila kita menilik pada perkembangan pers dan media di negara yang masih berasaskan komunisme, sebagai contoh adalah negara Korea Utara.
Disaat banyak negara mulai meninggalkan paham komunis karena dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika globalisasi, Korea Utara masih memegang teguh paham tersebut dalam tata pemerintahannya. Asas komunisme yang berarti sama rasa sama rata berlaku di masyarakat Korea Utara dan inilah yang membuat masyarakat di sana tertinggal jauh dari perkembangan negara sekitarnya, dapat diambil contoh negara Korea Selatan. Terdapat perbedaan yang sangat tegas antara kedua negara ini. Korea Selatan adalah sebuah negara maju dan berperadaban tinggi, sedangkan Korea Utara seakan masih berjalan ditempat. Korea Utara sangat menutup diri dari pengaruh dunia luar sehingga negara lain pun sangat sulit untuk mengetahui seluk beluk negara Kim Jong Il ini. Berita yang paling sering terdengar dari Korea Utara adalah proyek senjata nuklir dan rudal-rudalnya yang membuat negara lain khawatir akan dampak yang akan ditimbulkan dari proyek kontroversial ini.
Negara yang beribukota di Pyongyang ini seakan masih tertutup tirai besi sampai saat ini. Sebuah sekat yang membelenggu Korea Utara yang memisahkan mereka dari budaya-budaya luar yang berkembang pesat. Paham komunis yang dianut Korea Utara sampai sekarang seakan membatasi kebebasan masyarakat di sana. Hal tersebut yang membuat Korea Utara semakin tertinggal. Segala macam kegiatan masyarakat diawasi sangat ketat oleh pemerintah, bahkan di sana kebebasan pers dan media juga sangat dibatasi. Stasiun berita hanya dimonopoli oleh pemerintah, pihak swasta tidak diberikan keleluasaan untuk ikut campur dalam urusan pers dan media. Sensor yang sangat keras berlaku di sana, bila dinilai melanggar maka akan dibredel.
Pemasok berita utama bagi media di Korea Utara adalah Korean Central News Agency. Korea Utara memiliki dua belas surat kabar terkemuka dan dua puluh media cetak non-harian. Semua media cetak itu berbeda-beda periode terbitnya dan semuanya dicetak di Pyongyang. Surat kabar harian yang dimaksud misalnya  Joson Inmingun, Minju Choson, dan Rodongja Sinmum. Sekali lagi ditegaskan bahwa di Korea Utara tidak ada pers milik swasta, semua siaran radio dan televisi dikuasai pemerintah. Pengekangan kebebasan berpendapat dan berekspresi ini sangatlah membelenggu kebebasan pers. Media massa harus selalu tunduk pada pemerintah karena faktanya media yang ada di sana adalah media yang dibentuk oleh pemerintah sendiri.
            Oleh karena penguasaan pemerintah terhadap media massa yang begitu kuat, media massa yang ada kemudian menjadi alat propaganda untuk menyosialisasikan ajaran komunisme sebagai ideologi Korea Utara, juga memberitakan prestasi-prestasi pemerintah dalam usahanya menyejahterakan rakyat atau bahkan tentang program nuklirnya. Dengan begitu, akan sangat terlihat bahwa media massa yang ada di sana sangatlah mendukung pemerintah. Korea Utara tidak memperbolehkan media asing masuk ke wilayah negaranya, karena itu Korea Utara benar-benar terisolasi dari dunia luar. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa banyak hal-hal asing yang bisa mengganggu stabilitas dalam negeri. Hal tersebut menyebabkan wawasan masyarakat Korea Utara tidak berkembang, dan sebenarnya itulah yang akan menjadi bumerang bagi Korea Utara. Bayangkan saja suatu negara tanpa akses informasi dan kebebasan beropini, negara itu pasti akan terkucil dari kancah pergaulan negara-negara dunia.

Sumber referensi:
-        http://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Utara#Sejarah

#bridgingcourse7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar