Gharin Putra Yanotama
Memupuk Asa di Teras Negara
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang bentuk geografisnya berupa archipelago sebanyak 17.000 pulau bahkan
lebih yang terpisahkan oleh lautan. Dengan wilayah kedaulatan yang sangat luas
ini maka diperlukan sebuah penjagaan yang ekstra demi memelihara kedaulatannya.
Mungkin daerah yang berada di area dalam republik ini dapat dikatakan aman dari
disintegrasi, namun lain halnya dengan wilayah yang berada di garis terluar
dari NKRI. Wilayah yang disebut sebagai “Teras negara” ini justru terbengkalai
jauh dari sentuhan pembangunan bahkan bisa saja terancam kedaulatannya oleh
gangguan negara tetangga.
Seperti
yang kita semua ketahui, Negara Indonesia hidup bertetangga dengan negara lain
seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Papua Nugini, dll. Tak jarang
terjadi selisih paham yang berkaitan dengan patok perbatasan dan itu membuat
hubungan diplomatik antaranegara yang berselisih tersebut menjadi panas.
Malaysia, sebuah negara yang disebut-sebut sebagai negara serumpun ini sering
menyulut emosi masyarakat Indonesia. Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan
Indonesia selalu menjadi pokok masalah kedua negara. Pulau Sipadan dan Ligitan yang
dahulu milik Indonesia, kini sudah ada ditangan Malaysia. Peristiwa itu sangat
mengancam integritas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bisa
saja merambat menjadi sebuah ketegangan bahkan berakhir dengan perang.
Pada
kenyataannya, wilayah terluar dari Republik Indonesia ini keadaannya memang
masih sangat memprihatinkan. Banyak yang belum merasakan kemerdekaan secara
penuh karena hidup masyarakat perbatasan tersebut masih sangat sulit. Sarana
infrastruktur yang ada di wilayah perbatasan juga sangat jauh dari kata layak.
Jalan yang merupakan urat nadi perekonomian keadaanya buruk belum diaspal.
Kondisi yang seperti inilah yang membuat geliat perekonomian daerah terluar
Indonesia menjadi stagnan. Pokok permasalahan yang
perlu menjadi perhatian pemerintah Republik Indonesia adalah problematika
masyarakat di wilayah perbatasan yang masih didominasi oleh minimnya
infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga. Selain itu, masyarakat
perbatasan juga menghadapi rendahnya suplai barang kebutuhan pokok buatan dalam
negeri yang relatif lebih mahal dari barang buatan negara tetangga. Oleh karena
itu masyarakat perbatasan di sana justru lebih banyak memilih untuk
mengkonsumsi produk dari negara tetangga yang masuk ke wilayah Indonesia dengan
cara yang tentu saja ilegal. Contohnya di sebagian
wilayah perbatasan di Kalimantan, masyarakat Indonesia mau tak mau harus membeli
barang-barang Malaysia. Keadaan yang memprihatinkan adalah masyarakat
perbatasan menggunakan gabungan rupiah-ringgit sebagai alat pembayaran dalam
transaksi perekonomian.
Kondisi
geografis yang sulit dijangkau serta transportasi yang terbatas juga menghambat
arus informasi dan pembangunan yang akan masuk. Rata-rata tingkat pendidikan
masyarakat perbatasan masih sangat rendah, pun dengan kualitas kesehatan.
Masyarakat daerah terluar masih belum memiliki kesadaran akan pentingnya
kesehatan mungkin karena sangat jarang diadakan penyuluhan tentang kesehatan
oleh pemerintah daerah. Sarana kesehatan mulai dari dokter, puskesmas, maupun
obat-obatan sangat jarang ditemui. Hal mendasar yang
menjadi prioritas tugas pemerintah adalah memastikan dan menjamin kehidupan
penduduk yang hidupnya tergantung pada kawasan perbatasan tersebut. Minim
sekali infrastruktur dasar yang disediakan oleh pemerintah Republik Indonesia
terutama dalam kebutuhan kesehatan, pendidikan, komunikasi, ekonomi dan
perhubungan.
“Kita harus berbuat pada masyarkat. Hidup adalah perbuatan”
(Ilham Syifa`, M.Si., 2012:15)1. Masih sangat banyak
masalah publik yang belum dapat dipecahkan oleh pemerintah, dalam hal ini
adalah masalah peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Diperlukan
sebuah program perintis yang menangani tentang masalah kesejahteraan masyarakat
perbatasan yang nantinya diikuti oleh program-program lain sebagai pelengkapnya.
Masyarakat perbatasan sangat butuh akses informasi dan perhubungan dalam proses
pengembangan daerahnya. Jangan sampai negara tetangga “mengambil hati”
masyarakat perbatasan dengan cara memberikan akses yang mudah dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Daerah perbatasan adalah pintu gerbang suatu negara yang
sekaligus akan menjadi cerminan suatu negara. Faktanya, selama ini hanya
beberapa daerah perbatasan yang diperhatikan kesejahteraannya kerena sumber
daya alamnya yang menyokong ekonomi negara ini.
_______________
1Ilham
Syifa`, M.Si., “Mengabdi di Pulau Terpencil”. Kabar UGM, (Agustus, 2012), hal. 12-15.
Pemerintah perlu melakukan pendekatan kesejahteraan melalui
pembangunan yang melibatkan masyarakat di wilayah perbatasan. Dengan begitu
masyarakat di sana merasa diperhatikan oleh pemerintah, dan itu mencegah
timbulnya gerakan separatis yang berniat untuk memisahkan diri dari NKRI.
Jangan sampai kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia diinjak negara lain
lagi. Negara ini adalah negara yang mempunyai potensi yang besar, dan kita
harus memberdayakan pos-pos vital tersebut. Pemerataan kesejahteraan demi mengurangi
kesenjangan ekonomi di Indonesia harus terus dilakukan. Sekarang pertumbuhan
ekonomi Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah China, namun
prestasi itu belum dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah harus aktif merangkul seluruh elemen masyarakat dalam menciptakan
pondasi integrasi di Indonesia ini. Era orde baru yang telah runtuh bisa jadi
patokan betapa dahulu Indonesia disegani oleh negara lain. Lebih jauh lagi,
pengelolaan di wilayah perbatasan jangan hanya fokus pada daerah perbatasan
yang memiliki kekayaan alam, namun juga harus mencakup wilayah perbatasan
seperti pulau-pulau di garis terdepan yang juga menjadi perbatasan langsung
dengan negara-negara lain.
Daftar referensi:
Anonim. “Pertumbuhan Ekonomi dan
Kesejahteraan”. Suara Merdeka, 17
September 2012, hal 6.
Syifa`, Ilham.
“Mengabdi di Pulau Terpencil”. Kabar UGM,
Agustus 2012, hal 12-15.
#bridgingcourse5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar